PANCASILA - Pengertian, Sejarah, Rumusan Teks, Ideologi
Sejarah Lahirnya Pancasila
Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit dimana nilai-nilai
yang terkandung didalam Pancasila sudah diterapkan dalam kehidupan
kemasyarakatan maupun kenegaraan meskipun sila-silanya belum dirumuskan secara
konkrit. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit sebagaimana tertulis
dalam buku NegaraKertagama karangan Mpu Prapanca dan buku Sutasoma karangan
Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular, istilah Pancasila
mempunyai arti berbatu sendi yang lima, pelaksanaan kesusilaan yang lima. Istilah
Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Panca berarti lima dan Sila
berarti dasar atau asas.
Sesuai fakta
sejarah, Pancasila tidak terlahir dengan seketika pada tahun 1945,
tetapi membutuhkan proses penemuan yang lama, dengan dilandasi oleh
perjuangan bangsa dan berasal dari gagasan dan kepribadian bangsa
Indonesia sendiri. Proses konseptualisasi yang panjang ini ditandai
dengan berdirinya organisasi pergerakan kebangkitan nasional, partai
politik, dan sumpah pemuda.
Dalam usaha
merumuskan dasar negara(Pancasila), muncul usulan-usulan pribadi yang
dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia antara lain:
- Muhammad Yamin, pada pada tanggal 29 Mei 1945 berpidato mengemukakan usulannya tentang lima dasar sebagai berikut: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia berpendapat bahwa ke-5 sila yang diutarakan tersebut berasal dari sejarah, agama, peradaban, dan hidup ketatanegaraan yang tumbuh dan berkembang sejak lama di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.
- Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 mengemukakan PancaSila sebagai dasar negara dalam pidato spontannya yang selanjutnya dikenal dengan judul "Lahirnya Pancasila". Ir. Sukarno merumuskan dasar negara: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, KeTuhanan yang maha esa
Dari banyak
usulan-usulan yang mengemuka, Ir. Soekarno berhasil mensintesiskan dasar
falsafah dari banyak gagasan dan pendapat yang disebut Pancasila pada 1
Juni 1945. Rumusan dasar Negara ini kemudian didadar kembali oleh
panitia yang dibentuk BPUPKI(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan dimasukkan ke Piagam Jakarta. Selanjutnya
pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila secara sah menjadi dasar Negara
yang mengikat.
Sebelum
disahkan, terdapat bagian yang di ubah” Ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Rumusan butir-butir Pancasila yang
pernah digagas, baik yang disampaikan dalam pidato Ir. Soekarno ataupun
rumusan Panitia Sembilan yang termuat dalam Piagam Jakarta adalah
sejarah dalam proses penyusunan dasar negara. Rumusan tersebut semuanya
otentik sampai akhirnya disepakati rumusan sebagaimana terdapat pada
alinea keempat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Berdasarkan sejarah, ada tiga
rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila, yaitu rumusan konsep Ir.
Soekarno yang dibacakan pada pidato tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang
BPUPKI, rumusan oleh Panitia Sembilan dalam Piagam Jakarta tanggal 22
Juni 1945, dan rumusan pada Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang
disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Dengan demikian, rangkaian dokumen
sejarah yang bermula dari 1 Juni 1945, 22 Juni 1945, hingga teks final
18 Agustus 1945 itu, dapat dimaknai sebagai satu kesatuan dalam proses
kelahiran falsafah negara Pancasila.
Arti dan Makna Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara
Burung Garuda merupakan lambang
negara Indonesia sejak negara ini berdiri. Akan tetapi tidak semua orang
tahu tentang arti dan makna garuda pancasila sebagai lambang negara.
Sebagai bangsa Indonesia paling tidak kita tahu dan mengerti arti
lambang negara kita sediri sebagai sikap penghargaan terhadap perjuangan
para pendiri bangsa dan kelak dapat menceritakan kepada anak cucu kita
sebagai generasi penerus bangsa.
- Burung Garuda Pancasila dalam cerita kuno tentang para dewa adalah kendaraan Dewa Vishnu yang besar dan kuat.
- Warna Burung Garuda adalah kuning emas yang menggambarkan sifat agung dan jaya.
- Garuda adalah seekor burung gagah dengan paruh, sayap, ekor, dan cakar yang menggambarkan kekuatan dan tenaga pembangunan
- Jumlah bulu burung garuda pancasila memiliki melambangkan hari kemerdekaan Indonesia , 17 Agustus 1945
- Bulu masing-masing sayah berjumlah 17 helai
- Bulu Ekor berjumlah 8 helai
- Bulu Leher berjumlah 45 helai
- gambar pancasila
Di bagian dada burung garuda
terdapat perisai yang dalam kebudayaan serta peradaban bangsa Indonesia
merupakan senjata untuk berjuang, bertahan, dan berlindung untuk meraih
tujuan. Perisai Garuda bergambar lima simbol yang memiliki arti
masing-masing:
- Bintang, sila ke-1 Pancasila, melambangkan Ketuhanan yang Maha Esa
- Rantai Baja, sila ke-2, melambangkan Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Pohon beringin, sila ke-3, melambangkan Persatuan Indonesia
- Kepala banteng, sila ke-4, melambangkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan
- Padi dan kapas, sila ke-5, melambangkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Garis hitam tebal di tengah perisai melambangkan garis katulistiwa yang melukiskan lokasi Indonesia berada di garis katulistiwa
Warna dasar perisai adalah merah putih seperti warna bendera Indonesia
Itulah arti dan makna garuda
pancasila sebagai lambang negara Indonesia. Sebagai generasi penerus
yang baik, kita harus tetap memperjuangka kemerdekaan dengan mengisi
kemerdekaan Indonesia dan memperjuangkan cita-cita luhur pendiri bangsa.
Filsafat Pancasila
Sebagai suatu paham filosofis, pemahaman terhadap Pancasila pada
hakekatnya dapat dikembalikan kepada dua pengertian pokok, yaitu pengertian
Pancasila sebagai pandangan hidup dan sebagai Dasar Negara.
Secara etimologis kata ”filsafat“
berasal dari bahasa Yunani “philosophia” yang berarti “cinta kearifan”
kata philosophia tersebut berasal dari kata“philos” (pilia, cinta) &
“sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat
berarti juga cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga bermakna “wisdom”
atau kebijaksanaan sehingga filsafat dapat juga bermakna cinta
kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat
berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi
peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini
mula-mula dipakai oleh Herakleitos. Pengetahuan bijaksana memberikan
kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang
mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai
kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai
sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara
dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir
sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil
berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling
bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Pancasila merupakan ideologi dasar
bagi negara Indonesia yang berasal dari ajaran budha dalam kitab
tripitaka dua kata: panca yang berarti lima dan syila yang berarti
dasar. Jadi secara leksikal Pancasia bermakna lima aturan tingkah laku
yang penting.
Pengertian Pancasila menurut
Ir.Soekarno, Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun
sekian lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian,
Pancasila tidak hanya falsafah bangsa tetapi lebih luas lagi yakni
falsafah bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa yang dalam, yang kemudian dituangkan dalam suatu
“sistem” yang tepat. Sedangkan Notonagoro (Ruyadi, 2003:16) menyatakan,
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakekat dari Pancasila.
Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat, memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis
dan dasar aksiologis tersendiri, yang membedakannya dengan sistem
filsafat lain.
Secara ontologis, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakekat dasar dari sila-sila Pancasila. Notonagoro (Ganeswara, 2007:7) menyatakan bahwa hakekat dasar ontologis Pancasila adalah manusia, sebab manusia merupakan subjek hukum pokok dari Pancasila.
Selanjutnya hakekat manusia itu adalah semua kompleksitas makhluk hidup
baik sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial.
Secara
lebih lanjut hal ini bisa dijelaskan, bahwa yang berkeTuhanan Yang Maha
Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan
Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial adalah
manusia.
Kajian epistemologis filsafat Pancasila, dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakekat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Menurut Titus (Kaelan, 2007:15) terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistemologi yaitu :
(1) tentang sumber pengetahuan manusia;
(2) tentang teori kebenaran pengetahuan manusia ;dan
(3) tentang watak pengetahuan manusia.
Tentang sumber pengetahuan
Pancasila, sebagaimana diketahui bahwa Pancasila digali dari nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia sendiri serta dirumuskan secara bersama-sama
oleh “The Founding Fathers” kita. Jadi bangsa Indonesia merupakan Kausa
Materialis-nya Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik
dalam arti susunan sila-silanya maupun isi arti dari sila-silanya.
Susunan sila-sila Pancasila bersifat hierarkhis piramidal.
Selanjutnya, sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga
memiliki satu kesatuan dasar aksiologinya yaitu nilai- nilai yang
terkandung dalam Pancasila pada hakekatnya juga merupakan suatu
kesatuan.
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pancasila adalah suatu paham filsafat (philosophical way of thinking) oleh karena itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pengertian tersebut, Pancasila disebut juga sebagai way of life, weltanschaung, pegangan hidup, petunjuk hidup, dan sebagainya. Dalam hal ini Pancasila adalah sebagai petunjuk arah kegiatan di segala bidang kehidupan, sehingga seluruh tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari sila-sila Pancasila yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Sebagai pandangan hidup yang merupakan penjelmaan falsafah hidup bangsa, Pancasila dalam pelaksanaannya sehari-hari tidak boleh bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan, normanorma sopan santun, serta norma-norma hukum yang berlaku.
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila adalah suatu paham filsafat (philosophical way of thinking) oleh karena itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pengertian tersebut, Pancasila disebut juga sebagai way of life, weltanschaung, pegangan hidup, petunjuk hidup, dan sebagainya. Dalam hal ini Pancasila adalah sebagai petunjuk arah kegiatan di segala bidang kehidupan, sehingga seluruh tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari sila-sila Pancasila yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Sebagai pandangan hidup yang merupakan penjelmaan falsafah hidup bangsa, Pancasila dalam pelaksanaannya sehari-hari tidak boleh bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan, normanorma sopan santun, serta norma-norma hukum yang berlaku.
Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Sebagai dasar negara, Pancasila harus dapat dipertanggung jawabkan
secara yuridis konstitusional (menurut hukum ketatanegaraan), oleh
karena itu setiap orang tidak boleh atau tidak bebas memberikan
pengertian/penafsiran manurut pendapatnya sendiri. Pancasila dalam
pengertian ini sering disebut pula sebagai dasar falsafah negara
(philosofische grondslag) atau ideologi negara (staatsidee).
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPUPKI telah menerima secara
bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam
keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila
tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang
menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang
kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar
peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun
untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul
sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus
didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang
bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi
pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum
dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut
yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam
alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan
lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia
haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar
negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan
dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan
dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun
peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan
bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh,
yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang
didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada
sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah
penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air
kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur
yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar
negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar
hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan
kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan
abadi.
Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional,
yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan
ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia
adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa
Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia
dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang
masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan
berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis,
Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap
hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah
tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh
unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup
dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat
dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila
dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila
itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :
a.Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.
b.Pandangan hidup bangsa Indonesia
yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat
kita yang beraneka ragam sifatnya.
c. Jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa
Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta
merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa
yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas
dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa
lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d. Tujuan yang akan dicapai oleh
bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata
material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara
kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e. Perjanjian luhur rakyat
Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan
sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar
karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita
bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan
karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji
oleh sejarah perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah
bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam
segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan
rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang
merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi
kehidupan bangsa kita.
Apabila Pancasila tidak menyentuh
kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan
sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita
kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal
dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa
dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi
yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela
Pancasila.
Akhirnya perlu juga ditegaskan,
bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud
adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang
demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya.
Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing
sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara
sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami
atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila
lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.
Ideologi Pancasila
Secara etimologis, istilah Ideologi
berasal dari kata “idea” yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita, pemikiran, dan kata “logos” yang berarti ilmu. Kata “oida”
berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengetahui, melihat, bentuk.
Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan
gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan
yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut dan mengatur tingkah laku
sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan.
Idologi menurut Gunawan Setiardjo: Ideologi
adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang
sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam
kehidupan.Pada dasarnya ideologi
terbagi dua bagian, yaitu Ideologi Tertutup dan Ideologi Terbuka.
Ideologi Tertutup merupakan suatu pemikiran tertutup. Sedangkan Ideologi
Terbuka merupakan suatu sistem pemikiran terbuka. Ideologi Terbuka
memiliki ciri khas yaitu nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan
dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani,
moral dan budaya masyarakat sendiri. Ideologi terbuka diciptakan oleh
Negara melainkan digali dan ditemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, Ideologi terbuka merupakan milik semua masyarakat dalam
menemukan ‘dirinya’ dan ‘kepribadiannya’ dalam Ideologi tersebut.
Pancasila sebagai suatu Ideologi
tidak bersifat tertutup dan kaku, tetapi bersifat reformatif, dinamis
dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa Ideologi pancasila besifat
aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta
dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.Keluwesan dan fleksibelitas
serta keterbukaan yang dimiliki oleh ideologi Pancasila menjadikan
Pancasila tidak ketinggalan zaman dalam tatanan sosial, namun sifatnya
yang terbuka bukan berarti nilai-nilai dasar Pancasila dapat dirubah
/diganti dengan nilai dasar yang lain. Sebab jika nialai dasar tersebut
dirubah berarti meniadakan Pancasila bahkan membubarkan Negara RI. Yang
dimaksud dengan ideologi Pancasila yang bersifat terbuka adalah
nilai-nilai dasar dari Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan bangsa
Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman.
Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka maka secara struktural Pancasila memiliki tiga dimensi sebagai berikut:
- Dimensi idealis. bahwa nilai-nilai dasar ideologis tersebut mengandung idealisme, bukan angan-angan yang memberi hambatan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannya dalam praktek kehidupan bersama mereka sehari-hari dengan berbagai dimensinya
- Dimensi Fleksibilitas. Bahwa ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan Merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya,tanpa menghilangkan hakikat (jati diri) yang terkandung dalam nilai dasar.
- Dimensi realitas. adalah suatu Ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup & berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi secara reel berakar dan hidup dalam masyarakat/bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya. Oleh karena itu, selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal dan normative, pancasila juga harus mampu dijabarkan dalam kehidupan bermasyarakat secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan Negara.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki
oleh pancasila sebagai Ideologi terbuka, maka sifat Ideologi pancasila
tidak bersifat “utopis”, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka
yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Pancasila juga bukan
merupakan Ideologi “pragmatis” yang hanya menekankan segi praktisi
belaka tanpa adanya aspek idealisme. Ideologi Pancasila yang bersifat
terbuka hakikatnya nilai-nilai dasar yang bersifat unviversal dan tetap.
Adapun penjabaran dan realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara
dinamis-reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan sesuai
dengan dinamika aspirasi masyarakat.
Nilai-nilai Pancasila
Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
Nilai dasar : nilai yang
bersifat umum, abstrak, tidak terikat dengan tempat atau waktu, dengan
kandungan kebenaran yang tinggi berupa cita-cita, tujuan dan tuntunan
dasar kehidupan yang dicita-citakan.
Nilai dasar terdiri dari;
a. Nilai Ketuhanan
b. Nilai Keadilan
c. Nilai Kemanusiaan
d. Nilai Kerakyatan
e. Nilai Persatuan
Nilai instrumental;
penjabaran dari nilai dasar yang merupakan arahan dalam kurun waktu dan
kondisi tertentu,nilai instrumental bersifat kontekstual dan
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Nilai instrumental dapat
ditemukan :
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang
d. Pertaturan pemerintah
e. Peraturan perundangan lainnya.
Nilai praktis
: interaksi antara nilai instrumental dengan situasi kongkrit pada
tempat dan situasi tertentu, nilai ini sangat dinamis karena berusaha
mewujudkan nilai instrumental dalam kenyataan. Nilai praktis dari
pancasila dapat dilihat dan ditemukan pada berbagai wujud kongkrit
pengamalan nilai-nilai pancasila oleh lembaga Negara, organisasi sosial
politik, lembaga ekonomi, tokoh masyarakat, dan anggota warga Negara.
Nilai-nilai Pancasila menurut Prof Dr. Notonegoro
- Nilai material, yakni segala sesuatu yang berguna untuk unsur manusia.
- Nilai vital, yakni segala sesuatu yang berguna untuk manusia agar dapat melakukan aktivitas.
- Nilai kerohanian, yakni segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibagi atas 4 macam yaitu,
- Nilai kebenaran atau kenyataan yg bersumber dari unsur akal manusia
- Nilai moral atau kebaikan yang berunsur dari kehendak atau kemauan
- Nilai keindahan yang bersumber dari unsur rasa manusia
- Niali religius, yakni nilai Ketuhanan, kerohanian yang tinggi & mutlak yang bersumber dari keyakinan atau kepercayaan manusia
Manusia
menjadikan nilai sebagai dasar, alasan, atau motivasi dalam setiap
perbuatan dan tingkah laku. Dalam bidang pelaksanaannya, nilai-nilai
dijabarkan dan diwujudkan dalam bentuk kaidah atau norma.
Fungsi Pancasila
Berdasarkan pengertian pokok Pancasila, maupun berdasarkan peranannya
dalam tata kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana diuraikan di atas,
maka Pancasila dalam bentuknya yang sekarang ini berfungsi sebagai:
1. Dasar yang statis / fundamental, di mana di atasnya didirikan
bangunan negara Indonesia yang kekal. Inilah fungsi pokok Pancasila,
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
2. Tuntunan yang dinamis, yaitu ke arah mana / negara Indonesia akan
digerakkan, atau dengan perkataan lain sebagai cita-cita dan tujuan
bangsa Indonesia.
3. Ikatan yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia, di mana Pancasila
menjamin hak hidup secara layak bagi semua warga negara dan semua
golongan tanpa ada perbedaan.
Di samping itu, apabila dilihat lingkup jangkauan sasarannya, fungsi-fungsi Pancasila dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Fungsi yuridis ketatanegaraan yang merupakan fungsi pokok atau fungs utama dari Pancasila sebagai Dasar Negara.
2. Fungsi sosiologis, yaitu apabila dilihat sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya.
3. Fungsi etis dan filosofis, yaitu apabila fungsinya sebagai pengatur
tingkah laku pribadi, dalam hal ini Pancasila berfungsi sebagai
philosophical way of thinking atau philosophical system.
Kedudukan Hukum Pancasila
Dalam kaitan dengan fungsi pokoknya sebagai dasar Negara, Pancasila
sebagai bagian dari Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan hukum yang
kuat. Dalam hubungannya dengan UUD 1945, Pancasila menjiwai pembukaan dan
pasal-pasal UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain
adalah Pancasila yang merupakan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar, baik hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis
(konvensi).
Pembukaan UUD 1945 terdiri dan 4 alinea, yang memuat hal-hal sebagai
berikut :
1. Pernyataan hak kemerdekaan bagi setiap bangsa
2. Pernyataan tentang hasil perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia
3. Pernyataan merdeka
4. Tentang dasar kerohanian (falsafah) Pancasila sebagai dasar negara.
Tiga pernyataan pertama adalah mengenai keadaan-keadaan atau peristiwaperistiwa
yang mendahului terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketiga pernyataan itu tidak mempunyai hubungan organis dengan pasal-pasal UUD
1945, namun pernyataan ke empat yaitu tentang dasar kerohanian (falsafah)
Pancasila sebagai dasar negara mengandung pokok pikiran yang di dalamnya
tersimpul ajaran Pancasila, sehingga dengan demikian mempunyai hubungan
kausal dan organis dengan Pasal-pasal UUD 1945.
Butir keempat tersebut sangat penting karena merupakan semangat
kejiwaan dari UUD 1945, sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Soepomo SH,
bahwa untuk memahami hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya memahami
pasal-pasalnya saja, melainkan harus dipahami pula suasana kebatinan (semangat
kejiwaan) dari hukum dasar itu.
Pokok-pokok pikiran yang merupakan suasana kebatinan dari UUD 1945
tersebut terdiri dari:
1. Pertama, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dengan berdasarkan
persatuan (sila ketiga).
2. Kedua, negara Indonesia mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (sila kelima).
3. Ketiga, negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan (sila keempat).
4. Keempat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab (sila kesatu dan kedua).
Pokok-pokok pikiran itu yaitu Pancasila merupakan cita-cita hukum yang
menguasai hukum dasar baik hukum dasar yang tertulis maupun hukum dasar yang
tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan dalam
pasal-pasal UUD 1945.
Jadi pasal-pasal dalam UUD 1945 dijiwai oleh pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Pancasila. Menurut Prof. DR.
Dardji Darmodihardjo SH dalam kaitannya dengan fungsi pokok atau fungsi utama
Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945,
Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi sebagai cita-cita dan pandangan
hidup bangsa.
Selanjutnya kedudukan hukum Pancasila sebagai Dasar Negara yang
tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang disahkan PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 dipertegas kembali dengan Ketetapan MPR Nomor XVIII /
MPR / 1998.
Adapun materi yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII / MPR /
1998 adalah sebagai berikut:
1. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) yang tercantum dalam Ketetapan MPR
Nomor II / MPR / 1978 yang ditetapkan dalam masa Orde Baru.
2. Menegaskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum
dalam Alinea keempat UUD 1945 yang disahkan PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945.
3. Selanjutnya kedudukan hukum Pancasila selain sebagai Dasar Negara
juga sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, sebagaimana
ditegaskan dalam UU Nomor 10 Tahun 2004.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum
Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai Dasar Negara yang tercantum dalam Alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 dipertegas kembali dengan ketetapan MPR no XVIII / MPR
/ 1998
2. Pancasila menjiwai Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945. Menurut
Prof. R. Soepomo pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
yaitu sila-sila Pancasila merupakan suasana kebatinan atau semangat
kejiwaan dari pasal-pasal UUD 1945.
3. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Negara
sebagaimana ditegaskan dalam UU no. 10 Tahun 2004. Hal ini berarti
bahwa semua peraturan perundang-undangan di Indonesia harus dijiwai
Pancasila atau harus mengacu pada Pancasila atau tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum
Pancasila selain sebagai Dasar Negara, juga menjiwai Pembukaan dan pasal-pasal
UUD 1945, dan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.
Sila Pertama
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan
kepercayaan tiap-tiap orang dengan dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab. Bangsa Indonesia mengembangkan kerukunan hidup, kerja sama,
tidak memaksakan kehendak dan saling menghormati kebebasan beribadah
antara pemeluk agama dan kepercayaan karena agama dan kepercayaan adalah
masalah antara individu dengan Tuhan YME.
Sila Kedua
Bangsa Indonesia mengakui persamaan
derajat, hak dan kewajiban asasi manusia dan memperlakukan manusia
sesuai harkat dan martabat sebagai insan Tuhan YME dan tanpa
membeda-bedakanya berdasarkan SARA. Selain itu bangsa Indonesia
mengembangkan sikap cinta sesama manusia, tenggang rasa dan teposliro,
tidak semena-mena, menjunjung tinggi kemanusiaan, membela kebenaran dan
keadilan, dan menghormati serta bekerja sama dengan bangsa lain. Bangsa
Indonesia harus merasa dirinya adalah bagian dari semua insan manusia.
Sila Ketiga
Bangsa indonesia bisa menempatkan
persatuan dan kesatuan serta keselamatan dan kepentingan negara dan
bangsa diatas kepentingan pribadi/golongan. Bersedia rela berkorban,
cinta tanah air, menumbuhkan rasa bangga terhadap tanah air, memelihara
ketertiban dunia, mengembangkan persatuan indonesia, dan memajukan
hubungan demi persatuan serta kesatuan Indonesia.
Sila Keempat
Bangsa Indonesia memiliki kedudukan
yang sama baik hak maupun kewajiban didalam bermasyarakat. Bangsa
Indonesia tidak boleh memaksakan kehendak dan selalu mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan serta menghormati dan menjunjung
tinggi serta memiliki iktikad baik juga tanggungjawab atas hasil
kesepakatan dalam musyawarah. Dalam melaksanakan musyawarah, kepentingan
umum harus diutamakan dan diambil dengan penuh tanggung jawab serta
akal sehat.
Sila Kelima
Bangsa Indonesia mengembangkan
perilaku luhur, yang menggambarkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan, sikap adil, seimbang antara hak dan kewajiban,
menghormati orang lain, suka menolong., suka menghargai hasil karya
orang lain, dan gemar ikut dalam kegiatan untuk memajukan masyarakat
yang merata dan berkeadilan sosial. Bangsa Indonesia juga tidak boleh
menggunakan hak sendiri untuk kepentingan pribadi dan merugikan
kepentingan umum.
Sumber :
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/07/pancasila-sejarah-dasar-negara-pengertian-makna-lambang-nilai-ideologi.html